Disebutkan pada bab Fadhilah Shalat, hal. 316-317, Al-Kandahlawi berkata: Asy- Syaikh Abdul Wahid rahimahullah, seorang sufi yang masyhur, mengatakan bahwa pada suatu hari beliau didatangi rasa kantuk yang luar biasa, sehingga beliau tertidur sebelum menyelesaikan dzikir malam itu. Di dalam mimpinya beliau melihat seorang gadis berpakaian sutera hijau yang amat cantik sementara seluruh tubuh hingga kakinya sibuk berdzikir. Gadis tersebut bertanya kepada beliau, adakah keinginan beliau untuk memilikinya? Dia mencintai beliau, kemudian dibacanya beberapa bait syair. Setelah bangun dari tidurnya, beliau bersumpah bahwa beliau tidak akan tidur pada malam hari. Diriwayatkan bahwa selama 40 tahun beliau shalat shubuh dengan wudhu shalat ‘Isya.
Dalam kisah ini, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
Pertama: Bahwa Allah Subhanahu wata’ala telah melarang kita untuk berbuat ghuluw (berlebih-lebihan) dalam beribadah, dan memerintahkan kita untuk beribadah kepada-Nya sesuai dengan kemampuan. Sehingga, agama ini menghendaki agar seorang muslim mengerjakan ibadah tersebut dalam keadaan nasyath (giat), sehingga mampu mengerjakan ibadah tersebut dalam keadaan khusyu’ dan sesempurna mungkin. Dan apabila ia dalam keadaan mengantuk, maka dianjurkan baginya beristirahat hingga rasa kantuk tersebut hilang.
Diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik, dia berkata: Ketika Nabi Shallallahu’alaihi wasallam memasuki masjid, ternyata ada sebuah tali yang terbentang di antara dua tiang, lalu beliau bertanya, “Tali apa ini?” Mereka menjawab, “Tali ini milik Zainab, jika ia lesu (berdiri untuk shalat), diapun bergantung dengannya.” Maka Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Lepaskan (tali) itu. Hendaklah salah seorang kalian shalat di saat giatnya. Jika ia lesu, maka hendaklah ia tidur.”
Demikian pula yang diriwayatkan dari hadits Aisyah Radhiallahu’anha bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
“Jika salah seorang kalian dalam keadaan mengantuk, sementara dia shalat. Maka hendaklah ia tidur sampai hilang rasa kantuknya. Karena sesungguhnya jika salah seorang kalian shalat dalam keadaan mengantuk, dia tidak mengetahui. Jangan sampai dia hendak beristighfar lalu tanpa sadar ia mencerca dirinya sendiri.” (Muttafaq ‘Alaihi)
Kedua: Bahwa sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Rasulullah. Dan di antara petunjuk Rasulullah dalam melaksanakan shalat malam adalah apa yang beliau sebutkan dalam haditsnya, yang diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Amr bin Al-’Ash bahwa Rasulullah bersabda:
“Puasa yang paling dicintai Allah adalah puasa Dawud. Beliau berpuasa sehari dan berbuka sehari. Dan shalat yang paling dicintai Allah adalah shalat Dawud, beliau tidur di pertengahan malam, bangun di sepertiga malam, dan tidur seperenam malam.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Disebutkan pula dalam kitab ini, hal. 484 dari Syaikh Waliullah yang berkata dalam kitab Qaulul Jamil: “Ayah saya telah berkata bahwa ketika saya baru belajar suluk, dalam satu nafas dianjurkan supaya membaca Laa ilaaha illallah sebanyak dua ratus kali,” Syaikh Abu Yazid Qurtubhi berkata: “Saya mendengar bahwa barang siapa membaca kalimat Laa ilaaha illallah sebanyak 70.000 kali, ia akan terbebas dari api neraka. Setelah mendengar hal itu, saya membaca untuk istri saya sesuai dengan nishab tersebut. Tidak lupa, saya juga membaca untuk nishab diri saya sendiri. Di dekat saya, tinggal seorang pemuda yang terkenal sebagai ahli kasyaf. Dia juga kasyaf tentang surga dan neraka. Namun saya agak meragukan kebenarannya. Pada suatu ketika, pemuda tersebut ikut makan bersama kami. Tiba-tiba ia berkata dan meminta kepada saya sambil berteriak, katanya: “Ibu saya masuk neraka, dan telah saya saksikan keadaannya.” Karena melihat kegelisahan pemuda tersebut, saya berpikir untuk membacakan baginya satu nishab bacaan saya untuk menyelamatkan ibunya, di samping juga untuk mengetahui kebenaran mengenai kasyaf-nya. Maka, saya membacanya sebanyak 70.000 kali sebagai nishab yang saya baca untuk diri saya itu, guna saya hadiahkan kepada ibunya. Saya meyakini dalam hati bahwa ibunya pasti selamat. Tidak ada yang mendengar niat saya ini kecuali Allah. Setelah beberapa waktu, pemuda tersebut berteriak, “Wahai paman, wahai paman, ibu saya telah bebas dari api neraka.” Dari pengalaman itu, saya memperoleh dua manfaat: Pertama, saya menjadi yakin tentang keutamaan membaca Laa ilaaha illallah sebanyak 70.000 kali, karena sudah terbukti kebenarannya. Kedua, saya menjadi yakin bahwa pemuda tersebut benar-benar seorang ahli kasyaf.”
Cobalah perhatikan kisah ini. Jika seorang muslim membaca dan meyakini cerita khurafat ini, maka dia akan terjatuh ke dalam berbagai penyimpangan, di antaranya Menetapkan wirid tertentu dengan bilangan yang telah ditetapkan, lalu menyebutkan keutamaannya, yang semuanya tidak bersumber dari pembawa syariat yaitu Rasulullah. Dan ini jelas merupakan bid’ah yang jahat dan menyesatkan. Apa yang disebut sebagai ahli kasyaf adalah dusta belaka. Karena tidak seorang pun yang dapat mengetahui nasib seseorang di akhirat, apakah dia pasti masuk ke dalam surga ataukah neraka, kecuali yang dikabarkan Allah kepada hamba yang dikehendaki-Nya dari kalangan para rasul-Nya. Firman-Nya:
“(Dialah) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya.” (Al-Jin: 26-27)
Dan penukilan-penukilan yang seperti ini banyak sekali terdapat dalam kitab Fadha`il Al-A’mal, karya Muhammad Zakaria tersebut. Sehingga, hendaklah kaum muslimin berhati-hati dari kitab ini, dan mencari kitab-kitab yang jauh lebih selamat, yang bisa mengantarkan seseorang untuk mengamalkan Sunnah Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam, seperti kitab Shahih Al-Bukhari pada kitab Ar-Raqa‘iq, Al- Adab, dan yang semisalnya. Demikian pula Shahih Muslim pada kitab Ad-Dzikr dan Al-Bir Wash-Shilah Wal-Adab, dan kitab-kitab sunnah yang lainnya. Atau seperti Riyadhus Shalihin, karya Al-Imam An-Nawawi, Al-Kalim Ath-Thayyib, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah14, dan masih banyak lagi kitab-kitab sunnah yang jauh lebih baik dan selamat dari berbagai penyimpangan.
Wallahu a’lam